Korporasi dan global warming dalam perspektif hukum Indonesia
Ketidakadilan atau tindak kejahatan selalu mendapatkan balasan yang setimpal. Kejahatan kemanusiaan selalu mendapatkan perhatian yang tinggi. Apalagi jika korban adalah wanita ataupun anak – anak. Namun bagaimana dengan ketidak adilan yang sering dilakukan terhadap alam? Terhadap bumi? Bumi yang menaungi kita kadang mendapatkan perlakuan yang buruk dari manusia yang menghuninya. Pencemaran udara, polusi, dan pengerukan sumber daya alam secara berlebihan, telah ribuan tahun dilakukan oleh manusia guna memenuhi kebutuhan maupun gaya hidup. Lantas adakah keadilan ataupun hukuman bagi korporasi dan industri besar yang mengeruk sumber daya alam dan memproduksinya sebagai produk yang dikonsumsi manusia?. Berikut ini adalah penjelasannya. Berita yang santer terdengar bila membahas tentang alam adalah pemanasan global. Pemanasan global memicu perubahan lainnya pada Bumi, salah satunya adalah perubahan iklim. Meskipun Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup panjang, antara 50-100 tahun, paling tidak sudah jutaan orang telah terkena dampak perubabahan iklim yang merupakan efek kelanjutan dari pemanasan global. Sebuah laporan terakhir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa gejolak pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim telah mendekati skala gejolak yang disebabkan oleh perang. Ratusan ribu orang per tahun meninggal karena dampak iklim, dan jutaan lainnya menjadi pengungsi. Hilangnya hutan-hutan alam rumah jutaan makhluk hidup yang menjadi penyeimbang iklim bumi memicu gangguan pola cuaca dan menyebabkan bencana di dunia.
Salah satu kegiatan manusia yang menimbulkan dampak besar terhadap iklim adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas pada banyak pembangkit tenaga, atau pusat – pusat produksi skala besar yang menimbulkan gas karbon dioksida. Aktifitas ini sudah dilakukan oleh manusia semenjak revolusi industri muncul. Sejak abad 18, manusia melakukan pembakaran terhadap sejumlah besar batu bara dan minyak, sehingga jumlah karbon dioksida di atmosfer bumi mengalami peningkatan sebesar hampir 30%. Penggunaan energi yang boros hingga buangan limbah gas karbon akibat proses produksi merupakan dampak negatif operasi perusahaan atau korporasi yang terjadi setiap harinya. Tuduhan bahwa industri adalah penyumbang terbesar dari terjadinya pemanasan global jelas tidak terbantahkan lagi. Dengan kata lain bahwa kondisi ini membutuhkan perhatian yang khusus oleh semua pihak, termasuk oleh dunia industri itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai salah satu penyumbang terjadinya global warming, dunia bisnis wajib turut andil dalam menangani masalah ini. Lantas apa yang bisa dilakukan perusahaan dalam isu lingkungan yang demikian pelik untuk diperhatikan? Sebagai wujud komitmen atas pembangunan berkelanjutan oleh dunia bisnis,Corporate Social Responsibility(CSR) dalam hal perubahan iklim adalah bentuk tanggung jawab perusahaan akan aktivitasnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah kesatuan dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri. Saat ini kualitas lingkungan hidup yang ada sudah semakin menurun dan mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Lingkungan hidup sendiri di Indonesia memiliki undang undang yaitu, Undang- undang Lingkungan Hidup yaitu beberapa hal yang sangat perlu mendapat perhatian khususnya dari para pelaku usaha. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Wewenang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah. Setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha atau kegiatan. Adapun sanksi yang dapat dikenakan apabila terdapat orang atau badan hukum yang melakukan perusakan lingkungan:
1. Sanksi administrasi berdasarkan Pasal 25, Pasal 47 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Sanksi Perdata berdasarkan Pasal 34 dan Pasal Pasal 35 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Sanksi Pidana berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 42 Ayat (1) dan Ayat (2).
Harus diakui bahwa penegakan hukum terhadap korporasi yang diduga melakukan tindak pidana memang tidak mudah dilakukan karena biasanya dilakukan secara terorganisir sehingga kejahatan yang dilakukan pun tidak mudah diungkap. Ditambah lagi, korporasi acapkali “menggandeng” tangan pejabat publik yang sedang berkuasa guna mengamankan serta melindungi kepentingan bisnisnya. Besar kemungkinan telah terjadi praktik pemberian suap bagi si pejabat tersebut. Salah satu contoh kasus yang menunjukkan lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi dalam kasus lingkungan dengan jelas bisa kita ingat dalam kasus PT. Lapindo Brantas yang mengakibatkan puluhan ribu orang harus mengungsi karena desa mereka telah tenggelam oleh lumpur. Anehnya, penyelesaian kasus lumpur lapindo justru tidak sampai pada tahap pengadilan karena dianggap bukan kesalahan manusia melainkan bencana alam.
Salah satu kegiatan manusia yang menimbulkan dampak besar terhadap iklim adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas pada banyak pembangkit tenaga, atau pusat – pusat produksi skala besar yang menimbulkan gas karbon dioksida. Aktifitas ini sudah dilakukan oleh manusia semenjak revolusi industri muncul. Sejak abad 18, manusia melakukan pembakaran terhadap sejumlah besar batu bara dan minyak, sehingga jumlah karbon dioksida di atmosfer bumi mengalami peningkatan sebesar hampir 30%. Penggunaan energi yang boros hingga buangan limbah gas karbon akibat proses produksi merupakan dampak negatif operasi perusahaan atau korporasi yang terjadi setiap harinya. Tuduhan bahwa industri adalah penyumbang terbesar dari terjadinya pemanasan global jelas tidak terbantahkan lagi. Dengan kata lain bahwa kondisi ini membutuhkan perhatian yang khusus oleh semua pihak, termasuk oleh dunia industri itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai salah satu penyumbang terjadinya global warming, dunia bisnis wajib turut andil dalam menangani masalah ini. Lantas apa yang bisa dilakukan perusahaan dalam isu lingkungan yang demikian pelik untuk diperhatikan? Sebagai wujud komitmen atas pembangunan berkelanjutan oleh dunia bisnis,Corporate Social Responsibility(CSR) dalam hal perubahan iklim adalah bentuk tanggung jawab perusahaan akan aktivitasnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah kesatuan dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri. Saat ini kualitas lingkungan hidup yang ada sudah semakin menurun dan mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Lingkungan hidup sendiri di Indonesia memiliki undang undang yaitu, Undang- undang Lingkungan Hidup yaitu beberapa hal yang sangat perlu mendapat perhatian khususnya dari para pelaku usaha. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Wewenang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah. Setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha atau kegiatan. Adapun sanksi yang dapat dikenakan apabila terdapat orang atau badan hukum yang melakukan perusakan lingkungan:
1. Sanksi administrasi berdasarkan Pasal 25, Pasal 47 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Sanksi Perdata berdasarkan Pasal 34 dan Pasal Pasal 35 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Sanksi Pidana berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 42 Ayat (1) dan Ayat (2).
Harus diakui bahwa penegakan hukum terhadap korporasi yang diduga melakukan tindak pidana memang tidak mudah dilakukan karena biasanya dilakukan secara terorganisir sehingga kejahatan yang dilakukan pun tidak mudah diungkap. Ditambah lagi, korporasi acapkali “menggandeng” tangan pejabat publik yang sedang berkuasa guna mengamankan serta melindungi kepentingan bisnisnya. Besar kemungkinan telah terjadi praktik pemberian suap bagi si pejabat tersebut. Salah satu contoh kasus yang menunjukkan lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi dalam kasus lingkungan dengan jelas bisa kita ingat dalam kasus PT. Lapindo Brantas yang mengakibatkan puluhan ribu orang harus mengungsi karena desa mereka telah tenggelam oleh lumpur. Anehnya, penyelesaian kasus lumpur lapindo justru tidak sampai pada tahap pengadilan karena dianggap bukan kesalahan manusia melainkan bencana alam.
Comments
Post a Comment